Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI KLAS 1A Tasikmalaya
Jl. Siliwangi No.22b, Kahuripan, Kec. Tawang, Tasikmalaya.
di
Tasikmalaya
Hal : Permohonan Praperadilan atas nama M. Nahar Bin M Nasir
Dengan Hormat,
Perkenankanlah kami :
1. HERMAWAN, SH. ,MH. 6. DR.IMAN SUSWANTO, S.H.,MH.
2. YUDI BAEHAQI HUDAYA, S.H. 7. C.ORIZA SATIVA TANAU, S.H.
3. BUCE ABRAHAM BERUAT, S.H. 8. DEKI ROSDIANA, SH.,MH.
4. AKHMAD SAFARI RIDHANI, S.H. 9. DASTA HADIKUSUMAH, S.H.
5. Drs.H.IDAT MUSTARI S, S.H. 10. PANDJI UTAMA, S.H.
Semuanya adalah Para Advokat_pengacara Pada LAW OFFICE HERMAWAN SH.,MH & PARTNERS, yang berkantor di Komplek Buana Soetta Residence A.30, Gedebage, Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 6 Oktober 2020, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama:
Nama : M Nahar Bin M Nasir
TTL/ Umur : Cot Baroh, 07-03-2001 / 19 tahun
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Alamat KTP : Dusun Poeteumeureuhom rt 000 rw 000 Desa Cot Baroh Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireun Provinsi Aceh.
Untuk selanjutnya disebut sebagai -----------------------PEMOHON
------------------------M E L A W A N---------------------------
KEPALA POLISI REPUBLIK INDONESIA c.q. KEPALA POLISI DAERAH JAWA BARAT cq. KEPALA KEPOLISIAN POLRES TASIKMALAYA di Jl. Letnan Harun, Sukarindik, Kec. Bungursari, Tasikmalaya.
Untuk selanjutanya disebut sebagai ---------------------TERMOHON
untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan, Penahanan atas Pemohon yang telah diduga melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 atau Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, oleh Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jawa Barat Dit Res Narkoba Polres tasikmalaya.
Adapun yang menjadi alasan permohonan praperadilan pemohon adalah sebagai berikut:
I. FAKTA-FAKTA HUKUM
1. Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut :
Pasal 77 KUHAP:
Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang:
a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal 79 KUHAP:
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia.
Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
2. Bahwa pada hari Sabtu tanggal 3 Oktober 2020 sekitar Jam 16.00 WIB, bertempat di warung yang beralamat Kampung Gadog Desa sirnajaya Kecamatan pasirwangi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, telah dilakukan penggeledahan, penangkapan dan penyitaan terhadap PEMOHON oleh TERMOHON yang di pimpin oleh Sat Narkoba Polres Tasikmalaya, yang mana Rumah dan Toko Tempat tinggal PEMOHON.
3. Bahwa setelah TERMOHON masuk ke warung milik PEMOHON, dengan tanpa menujukan Surat Tugas dan Surat Perintah Penggeledahan, namun TERMOHON langsung masuk ke warung PEMOHON tanpa disaksikan apa yang diperintah oleh undang-undang dengan 2 (dua) orang saksi dari lingkungan sekitar atau ketua RT setempat;
4. Bahwa pada saat itu ada penyitaan tanpa surat Penyitaan yaitu satu buah unit Motor Merk Honda Beat warna hitam milik PEMOHON yang di bawa oleh Sat Narkoba Polres Tasikmalaya.
5. Bahwa penangkapan terhadap PEMOHON di dalam Ruko PEMOHON oleh TERMOHON tanpa memperlihatkan Surat Penangkapan surat tersebut di buat dan di suruh tandatangan setelah PEMOHON ditangkap;
6. Bahwa TERMOHON membawa PEMOHON ke Polres Tasikmalaya, setibanya di Polres, PEMOHON di BAP tertanggal 5 Oktober 2020 tanpa didampingi Penasihat Hukum sebagaimana diatur dalam pasal 56 KUHAP yang mana jika diancam lebih dari 5 (lima) tahun harus didampingi Penasihat Hukum, padahal terdapat kata “wajib” dalam Pasal 56 KUHAP tersebut serta sangat jelas dan tegas memiliki makna imperatif, kemudian TERMOHON langsung memasukan PEMOHON ke dalam tahanan Polres Tasikmalaya;
6. Bahwa pada Hari Senin tanggal 05 Oktober 2020 Penasehat Hukum PEMOHON mendatangi ke kantor TERMOHON namun TERMOHON baru menyerahkan Surat Pemberitahuan telah dilakukan Penangkapan dan Penahanan, Surat perintah Penangkapan, Surat perintah Penahanan, dan Turunan BAP sebagai Tersangka.
7. Bahwa Pada saat kejadian Penangkapan TERMOHON tanggal 3 Oktober 2020 turut juga di tangkap rekan TERMOHON sesama yaitu AZWAR dan dibawa Sat Narkoba Polres Tasikmalaya ke Polres tasikmalaya tetapi pada hari itu juga di lepaskan oleh Sat Narkoba Polres Tasikmalaya.
8. Bahwa menurut keterangan saksi pada tanggal 4 Oktober 2020 tersebut sekitar jam 17 WIB di sebrang polres samping ALFA MART sebelum AZWAR di bebaskan telah terjadi pembicaraan dengan salah satu diduga anggota POLRES tasikmalaya yaitu Sdr. ERI dengan Sdr. Ramadhan dan irfan yang mengurus AZWAR dan mereka menyerahkan sejumlah uang tunai Rp. 15.000.000,-(lima belas juta rupiah) lalu pada saat itu juga terduga AZWAR di bebaskan dan pulang bersama saksi.
9. Bahwa saksi melihat AZWAR bebas dan M Nahar Bin M Nasir tidak bebas lalu bertanya kepada Sdr. ERI yang diduga anggota polres tasikmalaya tersebut lalu Sdr. ERI menjawab bahwa perkara M Nahar Bin M Nasir sudah dinaikan sambil langsung menyebrang masuk Kepolres tasikmalaya.
II. ANALISA YURIDIS
Bahwa tindakan Penggeledahan dan Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan/ atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga PEMOHON, Serta tidak melibatkab saksi dari RT atau TOKOH lingkungan setempat, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 18 ayat (1) KUHAP:
Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka Surat Perintah Penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
Pasal 18 ayat (3) KUHAP:
Tembusan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009)
Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang.
Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009:
Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar;
b. Tersangka diperkirakan akan melarikan diri;
c. Tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
d. Tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;
e. Tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan.
Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009:
Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : a. Memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut.
Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:
Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib : c. Menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan.
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Konsiderans KUHAP huruf a:
a. Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Konsiderans KUHAP huruf c:
c. Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang Hukum Acara Pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
4. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pasal 28 G:
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia:
Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia:
Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia:
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap No. 12 Tahun 2009).
Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009:
Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan.
Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009:
Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : b. Senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…
Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:
Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c. Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.
Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan.
7. Bahwa tindakan Penggeledahan dan Penyitaan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan dan tidak memberikan Surat Perintah Penggeledahan, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 32 KUHAP:
Untuk Kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan mnurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33 KUHAP:
(1).Dengan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.
(2).Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3).Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
(4).Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
(5).Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 36 KUHAP:
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33 KUHAP, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
Bahwa tindakan penyitaan yang dilakukan TERMOHON I terhadap barang-barang milik PEMOHON tanpa di saksikan oleh 2 dua orang saksi dari lingkungan sekitar atau ketua RT setempat, tidak ada Berita Acara Penyitaan barang, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 34 ayat (2) KUHAP:
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 75 ayat (1) huruf f KUHAP:
Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang Penyitaan Benda;
Pasal 75 ayat (3) huruf f KUHAP:
Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1).
8. Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan Ketentuan Perundang-Undangan, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHON sebagai Aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab-Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 7 ayat (3) KUHAP:
Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
9. Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana setidak-tidaknya pada:
a. Pasal 3 huruf (f);
b. Pasal 5 angka (4);
c. Pasal 7 angka (4);
d. Pasal 8 angka (1) huruf (a);
Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa penggeledahan dan Penangkapan oleh TERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak GUGATAN PRAPERADILAN a quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON;
III.PERMINTAAN GANTI KERUGIAN DAN/ATAU REHABILITASI
1. Bahwa tindakan PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;
2. Bahwa mengingat PEMOHON adalah PENGUSAHA, dimana sumber penghasilan untuk kehidupan sehari-hari bergantung pada penghasilan atau usaha PEMOHON, maka SANGAT WAJAR dan BERALASAN untuk diberikan kompensasi dan/atau ganti rugi bagi PEMOHON;
3. Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur, sebagai berikut :
Pasal 9 ayat (1):
Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 9 ayat (2):
Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah).
Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat penyitaan, penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah rupiah);
4. Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil, berupa :
a. Bahwa karena kekeliruan akibat penangkapan,penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah oleh TERMOHON kepada Pemohon sehingga telah mengakibatkan harkat dan martabat Pemohon telah jatuh secara sosial maupun psikologis, maka berdasar Pasal 1366 KUHPerdata, Pemohon selain meminta ganti kerugian secara materil sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah rupiah), juga meminta kerugian Immateril sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) yang harus ditanggung oleh TERMOHON;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Klas 1A tasikmalaya agar memanggil dan mengadakan pemeriksaan dalam Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri tasikmalaya Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, dan Penyitaan atas barang dan diri PEMOHON adalah Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan perundang-undangan;
3. Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan dan membebaskan PEMOHON atas nama M Nahar Bin M Nasir;
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengembalikan seluruh barang milik PEMOHON dengan tanpa terkecuali dalam keadaan utuh sebagaimana sebelum dilakukannya penyitaan satu buah motor Honda BEAT warna hitam milik PEMOHON;
5. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah rupiah); dan Kerugian Immateriil sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah), sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp. 100.100.000,- (seratus juta seratus ribu rupiah), secara langsung tunai dan sekaligus kepada PEMOHON ;
6. Memerintahkan TERMOHON untuk patuh terhadap putusan;
7. Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.
ATAU,
Jika Pengadilan Negeri Klas 1A Tasikmalaya berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
|