Petitum Permohonan |
- DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
- Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang
memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu
mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau pcnuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai · itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
- Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan ada/ah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur da/am undang-undang ini, tentang:
- Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
- Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan/
- Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. "
- Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Permohonan Praperadi/an Hal. 2
.,/ 1 • • •
Penga.dilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
- sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan/
- ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan.
- Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodimya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimailsasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perub2han dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bag1an dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang rr.enurut (aim) Satjipto Rahardjo disebut ' 'terobosan hukum'' (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangari nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai ( values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
- Bahwa selain itu telah terdapat .beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahanpenetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
- Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 0l/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
- Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012
- Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
S. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya
- Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutlpan putusan Mahkarnah Konstitusi No. 21/PUU-XIl/2014 sebagai berikut :
Mengadill Menyatakan:
- Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
. • [dst]
- [dst]
- Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1981/ Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangk/a Penggeledahan dan Penyitaan;
- Pasa/ 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 198I ter,tang hukum acara pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Repub/ik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan P2nyitaan;
- Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
- ·ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
- PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM.
- PEMOHON DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA, AKAN TETAPI TERUS-MENERUS DILAKUKAN PENYIDIKAN.
- Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 12 luni 202.5 dengan Nomor Penet:apan :S. Tap/ 121 /VI/Res.1.11./202.5/Sat.Reskrim, dasar Laporan Polisi Nomor: LP/B/143/V/2023/SPKf/POLRES TASIKMALAYA KOTA serta SPDP telah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya sejak Tahun 2023 ;
- Bahwa Kami seJaku Penasehat Hukum Tersangka mempertanyakan hal ini ,kenapa selama sekitar kurang lebih 2 (dua) tahun berkas perkara bolak balik dari Penyidik ke Jaksa Penuntut Umum begitu pun sebaliknya belum juga (P 21) ,serta Kami mengklarifikasi ke PTSP Kejaksaan Kota Tasikmalaya Kami mendapatkan jawaban bahwa perkara a quo masih dalam penelitian Jaksa Penuntut Umum ;
- Bahwa perlu juga Kami sampaikan Pemohon sudah duluan melaporkan Saudari DEWI DAMAYANTI
tertanggal 21 Maret 2025 tetapi Perkaranya sampai dengan Permohonan Praperadilan ini di ajukan belum ada tindak lanjut dari Penyidik Reskrim Polres Tasikmalaya Kota yang Laporan nya tidak pemah menerima surat SP2HP selaku Hak dari Pelapor satu kali pun dan sudah diadukan oleh Pemohon ke Yanduan Propam Polda Jabar yang diterima oleh Bripka SUWINOO MELFREDO,S.E. tertanggal 20 September 2025 dengan Nomor: SPSP2/50/IX/2025/SUBBAGYANDUAN;
- Bahwa untuk kesekalian kalinya Pemohon dipanggil lagi untuk melakukan Serita Acara Pemeriksaan Tambahan serta dilakukan Konportir dengan Pelapor berikut Saksi-Saksi Korban oleh Penyidik Reskrim Unit Harda dari Polres Kota Tasikmalaya padahal Status Pemohon sudah menjadi Tersangka;
- Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, dimana Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka, akan tetapi masih dilakukan pemangglian untuk dimintai keterangan, dengan demikian sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian "PENYIDIKAN" itu sendiri. Hal mana dalam proses penyelidikan belum ada Tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak pidana. Sedangkan penetapan Tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan Tersangka menjadi bagian akhir dart proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan Tersangka. Hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP;
8ahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menyatakan Pemohon sebagai Tersangka,, namun harus t.etap memperhatikan batasan waktu yang wajar agar Pemohon dikarenakan Pemohon memiliki hak untuk mendapatkan proses hukum yang jelas dan cepat., yang mana pemeriksaan ini adalah bagian integral dari proses tersebut.
- TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
- Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam P.::isal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Kota Tasikmalaya kepada Pemohon hanya berdasar pada 7 orang keterangan saksi, 2 orang
keterangan ahli hukum, dan 1 (satu) bundel fotokopi dokumen Rekening Koran Bank BCA KCP Banjar Atas Nama Pemohon, serta screenshot percakapan Whatsapp yang telah disita oleh Penyidik, hal ini berdasar pada Surat Tanda Penerimaan dengan Nomor
STP/94/VI/Res.1.11./2025/Sat.Reskrim tertanggal 18 Juni 2025;
- Bahwa sebagaimana diketahui melalui pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya, .terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan Negeri Tasikmalaya (P-19) berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya dimana menurut Jaksa PenunM Umum masih terdapat kekurangan salah satunya alat bukti yang harus dilengkapi baik secara formil maupun materiil;
- Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa "Bukti Permulaan", Frasa "Bukti Permulaan Yang Cukup" dan "Bukti Yang Cukup" dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai "minimal dua alat bukti" sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
- Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Kota Tasikmalaya Reserse Kriminal Umum unit Harda, kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, Termohon selalu mendasarkan pada alat bukti yang sebelumnya telah dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya.
- Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal
2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyat:akan tidak sah dan tidak berdasar atashukum.
- PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
- Bahwa pembelian produk Skincare Anti Aging dan Cromosom oleh Pelapor yaitu Saudari NUNIK EVLINDA AFRIANll kepada Saudari DEWI DAMAYANTI pada tanggal 1 Desember 2022, awalnya dilakukan melalui Pemohon dengan kesepakatan mendapatkan keuntungan 10% dari Saudari DEWI DAMAYANTl sebagai pengelola ke Saudari NUNIK EVLINDA AFRIANTI, dan Pemohon
hanya sebagai perantara, perjanjian tersebut dilakukan secara lisan .melalui sambungan telepon seJuler serta dibuktikan oleh Chat Whatsapp, telah memunculkan perikatan antar Kedua belah Pihak yang bersifat pos factum, yaitu fakta terjadi setelah peristiwa yang dilaporkan oleh Pelapor. Untuk itu hubungan hukum antara Kedua belah Pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan.
- Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan. Wanprestasi dapat berupa: (i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanji.kan tapi ter1ambat; atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan,
kerugian yang timbul sebagai akibat adanya w2nprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan penipuan apabila Ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain. "Melawan hak" di sini bisa dicontohkan memakai nama palsu, perkataan-perkataan bohong, dll.
- Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara Pemohon dengan Pelapor diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada maksud melakukan penipuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan hubungan hukum keperdataan.
- Bahwa hal itu juga diperkuat oleh Putusan Pengadilan Negeri Tasikmalaya melalui Gugatan
Wanprestasi Perkara nomor: 25/Pdt.G/2023/PN Tsm serta dikuatkan oleh Putusan Banding Perkara Nomor: 69/PDT/2024/PT BDG dan dikuatkan lagi oleh Putusan Mahkamah Agung dengan register Perkara Nomor : 5239/K/Pdt/2024 yang telah menyatakan bahwa hubungan hukum yang dilaporkan oleh Pelapor bukanlah termasuk tindak pidana penipuan melainkan keperdataan dalam hubungannya dengan masalah Wanprestasi. Hal ini sejalan dengan perkara perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap/Inkrah dalam perkara A quo;
- Bahwa keterangan Saksi Ahli Hukum Pidana yaitu DR.H.YOGI MUHAMMAD RAHMAN
,S.H.,M.H. dalam keterangannya,dikarenakan dengan adanya Putusan Perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap,dan di amar Putusan dinyatakan bahwa Pemohon telah dinyatakan melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi bukan Perbuatan Melawan Hukum,maka dapat disimpulkan perkara a quo tidak bisa dilaporkan sec.ara hukum Pidana dikarenakan menjadi hapus dan atau gugur unsur-unsur pidananya;
- Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.
- Bahwa kuat dugaan telah terjadi PENYALAHGUNAAN kewenangan dikarenakan Penyidik dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara kepada Kejaksaan Negeri Kata Tasikmalaya "HUBUNGAN HUKUM YANG DILAPORKAN OLEH PElAPOR BUKANLAH TERMASUK TINDAK PIDANA PENIPUAN MELAINICAN KEPERDATAAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH WANPRESTASr,;
- Berdasar pada analisa diatas, maka jelas penyerahan berkas perkara dari Termohon kepada Jaksa Penuntut Umum adalah cacat hukum, mengingat telah melewati jangka waktu yang telah ditentukan oleh KUHAP, untuk itu penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak sah.
- PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
- Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM)
sehingga azas hukum presumption of innocence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bemegara kita tennasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian
menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
- Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan
untuk norma hukum tertulis. t-lukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum. Apabila diJihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah j3minan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
- Oemar Seno Adji menentukan prinsip 'legality merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia
dikemukakan oleh 'Rule of Law' - konsep, maupun oleh faham 'Recht:staat' dahulu, maupun oleh konsep 'Socialist Legality'. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas 'nullum delictum' dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip 'legality'.
- Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan be.rtindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan
perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa "pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain". Menurut Sjadlran Basah "abus de droit"'(tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang udak sesuai dengan tujuan di luar lingkun_qan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
- Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan t:entang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
- diletapkanoleh peiabat yangberwenang
-dibuat sesuai prosedur; dan
substansi yangsesuai denqan obiek Keputusan
Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
- Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
. "Keputusan yang tidak memenahi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat(1) handa mempakan Keputusan yang tidak sah"
- Keputusan yang tidak memenahi persyaratan sebagaimana dimaksad dalam pasal 52 ayat(1) handb danc merupakan Keputusan yang batalataadapatdibatalkan
- Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka terhadap Pemohon dapat
- PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:
- Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
- Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan Penipuan dan atau Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan atau Pasal 372 Kitab Undang Undang Hukum Pidana oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya Kota adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
- Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
- Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
- Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
- Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikrnalaya yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tasikmalaya yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aeqao et bono).
|